Direktur Women’s Crisis Center Nurani Perempuan Padang
Oleh : Yefri Heriani
Kembali berbagai media lokal di Sumatera
Barat memberitakan kasus pembunuhan yang korbannya adalah seorang istri.
Pembunuhan ini terjadi di Pasar Laban, Kelurahan Bungus Selatan, Kota Padang.
Hingga kini belum ada pemberitaan tentang siapa pelakunya. Namun berbagai
sumber menyatakan, sebelum jasad ditemukan di rumahnya, beberapa tetangga mendengar
pertengkaran antara korban dan suaminya. Pada akhir Januari 2013, pemberitaan
tentang pembunuhan istri juga mengisi halaman beberapa media. Pelaku pembunuhan
suami korban. Beberapa kali pertengkaran telah terjadi antara pasangan suami
istri ini, sebelum pembunuhan terjadi. Korban dibunuh ketika sedang berada di
tempat kerja.
Dua kasus pembunuhan istri di Sumbar di awal tahun 2013 ini memprihatinkan
kita. Semestinya, takkan pernah terjadi pembunuhan istri (perempuan) di ranah
yang menempatkan perempuan di posisi terbaik, baik di tengah keluarga maupun di
tengah kaumnya. Namun ternyata, tidak sedikit kasus yang dilaporkan ataupun
tidak menunjukan fakta bahwa perempuan rentan terhadap berbagai tindak kekerasan
yang dapat mengakibatkan perempuan kehilangan nyawanya. Pelakunya, adalah
orang-orang yang mereka kenal dekat karena adanya relasi perkawinan atau
relasi personal lainnya.
Hendaknya kita melihat kasus ini tidak hanya sebagai musibah yang
terjadi pada seorang perempuan dalam sebuah keluarga. Kita datang berbondong-bondong
menunjukan rasa belasungkawa dan mengungkapkan itulah nasibnya.
Kasus ini dan berbagai kasus kekeresan lain yang terjadi pada perempuan
seharusnya kita lihat sebagai bencana sosial yang membutuhkan respons cepat
dari berbagai pihak. Bencana sosial yang namanya tindak kekerasan terhadap
perempuan ini pun tidak hanya terjadi pada satu ketika tertentu saja, namun
sepanjang waktu (tidak hanya bulan, tapi hari bahkan jam) terhadap perempuan
dan anak serta kelompok rentan lainnya.
Untuk merespons bencana sosial ini, aparat penegak hukum seperti
polisi harus cepat melakukan proses penyelidikan dan memberikan ganjaran maksimal
terhadap pelakunya. Pemerintah membuat regulasi yang memastikan negara tidak
menolerir berbagai bentuk kejahatan kemanusiaan terhadap perempuan dan
anak. Jaminan untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan bagi korban harus
dipastikan oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas layanan untuk tindakan
kuratif yang baik bagi korban serta berbagai upaya preventif yang terencana.
Tokoh masyarakat bersama warga membangun mekanisme yang berbasis masyarakat
untuk dapat melindungi perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan perbuatan berdasarkan
pembedaan berbasis gender yang berakibat atau memungkinkan berakibat pada
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis atau
termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik maupun di
dalam kehidupan pribadi (Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan,
Ps. 1).
Kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di mana-mana. Catatan
tahunan Komnas Perempuan menunjukan bahwa sepanjang tahun 2010 dilaporkan
105.103 tindak kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 2011, Komnas Perempuan
menerima laporan 119.107 kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dari
berbagai lembaga pengada layanan dan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia.
Di Sumbar, laporan tindak kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun pun
meningkat. Kasus yang dilaporkan dan ditangani Nurani Perempuan Women’s Crisis
Center pada tahun 2010 sebanyak 39 kasus. Pada tahun 2011 kasus tindak kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan sebanyak 94 kasus.
Jenis kekerasan terhadap perempuan terjadi baik dalam bentuk :
1). Kekerasan psikologis (ancaman, hinaan, dimaki-maki), 2). Kekerasan fisik
(penganiayaan, pemukulan, pembunuhan) 3). Kekerasan seksual (perkosaan/pencabulan,
pelecehan seksual, pemaksaan kawin) dan 4. Kekerasan ekonomi (mengkomoditikan
istri, tidak memberikan biaya hidup, membuat seseorang menjadi ketergantungan
secara ekonomi). Kekerasan terhadap perempuan terjadi pada korbannya tidak
hanya dalam satu jenis. Kekerasan psikologis sering diikuti oleh kekerasan
ekonomi, fisik bahkan kekerasan seksual. Sering korban tidak hanya mengalami
satu kali kekerasan sepanjang hubungannya dengan pelaku.
Kekerasan terjadi berulang-ulang dalam bentuk yang sama atau
berbeda. Bila kekerasan terhadap perempuan dipotret dalam sebuah siklus kekerasan,
maka setelah kekerasan terjadi, pelaku akan mengungkapkan penyesalannya
kepada korban, pelaku meminta untuk dimaafkan, pelaku dan korban kembali
memasuki masa-masa berbaikan dan kemudian kekerasan pun terjadi kembali.
Sebuah puisi berjudul Do Not Send
Me Flowers versi bahasa Indonesia dengan judul Jangan Kirimi Aku Bunga yang
pernah hadir dalam kampanye Internasional 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap
Perempuan tahun 2001 dan juga pernah dimuat dalam harian Kompas pada dua alinea terakhirnya
mengungkapkan: ”Aku mendapatkan bunga hari
ini, padahal hari ini bukanlah hari ibu atau hari istimewa lain. Semalam ia
memukul aku lagi, lebih keras dari waktu-waktu yang lalu. Aku takut padanya,
tapi aku takut meninggalkannya. Aku tidak punya uang. Lalu bagaimana aku bisa
menghidupi anak-anakku? Namun aku
tahu, ia menyesali (perbuatannya) semalam, karena hari ini ia kembali
mengirimi aku bunga. Ada bunga untukku hari ini. Hari ini hari pemakamanku. Ia
menganiayaku sampai mati tadi malam. Kalau saja aku memiliki cukup keberanian
dan kekuatan untuk meninggalkannya, Aku tidak akan mendapatkan bunga lagi hari
ini”.
Kondisi ini membuat korban jarang melaporkan kekerasan yang
terjadi pada dirinya pada saat tindakan kekerasan pertama kali terjadi pada
dirinya. Data menunjukkan, rata-rata perempuan mengalami 35 kali kekerasan
oleh pasangannya, setelah itu baru melaporkan. Dan, tidak sedikit di antara
mereka saat melaporkan dalam kondisi luka fisik dan trauma psikologis yang
berat.
Tidak adanya penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT, relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan, penyalahgunaan
kekuasaan oleh banyak laki-laki yang secara sosial diberikan peran sebagai
pemimpin serta ketidakadilan gender menjadi akar penyebab terjadinya berbagai
bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan kemudian dipicu
oleh berbagai tantangan sosial lainnya yang dihadapi individu maupun
masyarakat, seperti tingkat pendidikan yang rendah, masalah ekonomi dan kemiskinan,
budaya konsumtif, teknologi, berbagai konflik sosial yang terjadi, minuman
keras serta kurangnya penegakan hukum bagi pelaku tindak kekerasan terhadap
perempuan. (..)
Fadhli (ed.)
No Response to "Bencana Sosial: Kekerasan terhadap Perempuan "
Posting Komentar