KABA NURANI. Ketua WCC
Nurani Perempuan, Yefri Heriani mengungkapkan sudah saatnya wanita disabilitas
mendapatkan hak-hak yang sama seperti warga negara lainnya. “Stop kekerasan
terhadap perempaun khususnya perempuan Mereka seharusnya dilindungi bukan malah
dilecehkan,” kata Yefrida ketika Sosialiasasi perlindungan hukum bagi wanita
disablitas di Kantor DPC Himpunan Wanita Disabilitas Kota Padang, Senin, (2/1).
Data dari Kasus Kekerasan Seksual Sepanjang tahun 2013 ini antaralain, ada 88 kasus yang dilaporkan ke Nurani Perempuan. Laporan tersebut natara lain perkosaan 25, gang rape 1 , percobaan perkosaan 1, perkawinan paksa siri 3 , kehamilan yang tidak diinginkan 4 dan kekerasan dalam berpacaran 2 total kasus 39 . Kasus kekerasan terhadap istri kekerasan fisik 15 , kekerasan psikologis 5, penelantaran 11 dan kekerasan seksial 4 kasus. Selain itu jenis kekerasan lainnya human trafficking 4, kriminalisasi perempauan, penganiayaan oleh mantan suami 2 dan kekerasan yang berbasir gender 4.
Dari 88 kasus tersebut 29 kasus melaporkan kasusnya ke kepolisiaan, 11 kasus diantaranya sudah sampai di Pengadilanan. 7 kasus menjalani proses di pengadilan agama, 1 melaporkan kasusnya ke ombudsman, 3 kasus menjalani proses komunal, dimana pelakunya mendapatkan sanksi adat.
Menurutnya, Upaya untuk mencari keadilan dalam pemenuhan hak-hak perempuan kekerasan, tampak ada perubahan dengan adanya peningkatan jumlah pelaporan ke kepolisian. Ini merupakan kemajuan yang perlu diperhatikan. Upaya untuk mendorong memecah kebisuan (break the silence) yang selama ini dilakukan dengan jalan pendidikan masyarakat dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan mulai merubah cara pandang . Upaya-upaya ini merupakan keberhasilan berbagai media yang terlibat dalam melakukan pendidikan masyarakat untuk isu-isu anti kekerasan terhadap perempuan.
Lebih jauh ia menjelaskan proses mendapatkan keadilan bagi tidaklah proses yang mudah. Berbagai tantangan masih dihadapi dari waktu ke waktu. Tindakan dan pernyataan menyalahkan masih sering terucap oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas menangani . Pemberitaan media masih sering juga ditemukan kurang sensitive terhadap , karena acap informasi untuk berita hanya diambil dari catatan laporan polisi di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Aparat penegak hukum masih menolak laporan karena dianggap kurang bukti dan saksi. Upaya mediasi untuk berdamai dalam beberapa kasus (termasuk kasus perkosaan) juga masih dilakukan oleh aparat penegak hukum. Tindakan aparat penegak hukum tersebut menjadi tantangan dalam proses untuk mendapatkan keadilan yang merupakan bagian penting dalam proses pemulihannya.
Ke depan untuk mendukung proses pemulihan, Menurutnya seyogyanya aparat penegak hukum member info proses yang akan dilalui oleh pelapor sehingga pelapor memiliki pemahaman yang baik tentang proses hukum yang akan mereka lalui. “Ini merupakan pendidikan hukum yang harus dilakukan aparat penegak hukum kepada masyarakat. Menjalankan tanggungjawab, tanpa membebankannya kepada pelapor dengan alasan apapun. Hal ini terkait dengan pencarian bukti dan menghadirkan saksi atas kasus yang dilaporkan. Dan Meningkatkan kenyamanan pelapor dalam menjalani proses hokum,” katanya
Untuk itu, pemerintah harus memastikan anggaran yang jelas untuk Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam melayani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kasus kekerasan seksual yang dari waktu ke waktu semakin meningkat laporan kasusnya. Pembiayaan berbagai proses yang harus dilalui , termasuk visum dan biaya untuk mendapatkan bukti pendukung lain dan saksi. Menyediakan fasilitas guna memberikan keamanan dan kenyamanan bagi perempuan kekerasan.
Yefrida mengatakan bahwa, mengingat urgenya pemberian perlindungan terhadap korban perdagangan orang permpuan dan anak korban tindak kekerasan, hendaknya untuk rancangan peraturan tersebut mendapat prioritas dalam program legislasi daerah di Provinsi Sumbar tahun 2014. (008-Minangkabaunews)
Data dari Kasus Kekerasan Seksual Sepanjang tahun 2013 ini antaralain, ada 88 kasus yang dilaporkan ke Nurani Perempuan. Laporan tersebut natara lain perkosaan 25, gang rape 1 , percobaan perkosaan 1, perkawinan paksa siri 3 , kehamilan yang tidak diinginkan 4 dan kekerasan dalam berpacaran 2 total kasus 39 . Kasus kekerasan terhadap istri kekerasan fisik 15 , kekerasan psikologis 5, penelantaran 11 dan kekerasan seksial 4 kasus. Selain itu jenis kekerasan lainnya human trafficking 4, kriminalisasi perempauan, penganiayaan oleh mantan suami 2 dan kekerasan yang berbasir gender 4.
Dari 88 kasus tersebut 29 kasus melaporkan kasusnya ke kepolisiaan, 11 kasus diantaranya sudah sampai di Pengadilanan. 7 kasus menjalani proses di pengadilan agama, 1 melaporkan kasusnya ke ombudsman, 3 kasus menjalani proses komunal, dimana pelakunya mendapatkan sanksi adat.
Menurutnya, Upaya untuk mencari keadilan dalam pemenuhan hak-hak perempuan kekerasan, tampak ada perubahan dengan adanya peningkatan jumlah pelaporan ke kepolisian. Ini merupakan kemajuan yang perlu diperhatikan. Upaya untuk mendorong memecah kebisuan (break the silence) yang selama ini dilakukan dengan jalan pendidikan masyarakat dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan mulai merubah cara pandang . Upaya-upaya ini merupakan keberhasilan berbagai media yang terlibat dalam melakukan pendidikan masyarakat untuk isu-isu anti kekerasan terhadap perempuan.
Lebih jauh ia menjelaskan proses mendapatkan keadilan bagi tidaklah proses yang mudah. Berbagai tantangan masih dihadapi dari waktu ke waktu. Tindakan dan pernyataan menyalahkan masih sering terucap oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas menangani . Pemberitaan media masih sering juga ditemukan kurang sensitive terhadap , karena acap informasi untuk berita hanya diambil dari catatan laporan polisi di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Aparat penegak hukum masih menolak laporan karena dianggap kurang bukti dan saksi. Upaya mediasi untuk berdamai dalam beberapa kasus (termasuk kasus perkosaan) juga masih dilakukan oleh aparat penegak hukum. Tindakan aparat penegak hukum tersebut menjadi tantangan dalam proses untuk mendapatkan keadilan yang merupakan bagian penting dalam proses pemulihannya.
Ke depan untuk mendukung proses pemulihan, Menurutnya seyogyanya aparat penegak hukum member info proses yang akan dilalui oleh pelapor sehingga pelapor memiliki pemahaman yang baik tentang proses hukum yang akan mereka lalui. “Ini merupakan pendidikan hukum yang harus dilakukan aparat penegak hukum kepada masyarakat. Menjalankan tanggungjawab, tanpa membebankannya kepada pelapor dengan alasan apapun. Hal ini terkait dengan pencarian bukti dan menghadirkan saksi atas kasus yang dilaporkan. Dan Meningkatkan kenyamanan pelapor dalam menjalani proses hokum,” katanya
Untuk itu, pemerintah harus memastikan anggaran yang jelas untuk Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam melayani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya kasus kekerasan seksual yang dari waktu ke waktu semakin meningkat laporan kasusnya. Pembiayaan berbagai proses yang harus dilalui , termasuk visum dan biaya untuk mendapatkan bukti pendukung lain dan saksi. Menyediakan fasilitas guna memberikan keamanan dan kenyamanan bagi perempuan kekerasan.
Yefrida mengatakan bahwa, mengingat urgenya pemberian perlindungan terhadap korban perdagangan orang permpuan dan anak korban tindak kekerasan, hendaknya untuk rancangan peraturan tersebut mendapat prioritas dalam program legislasi daerah di Provinsi Sumbar tahun 2014. (008-Minangkabaunews)
Ed. Fadhli
No Response to "Stop Kekerasan Terhadap Perempuan Disabilitas"
Posting Komentar