Selama tahun 2012, terjadi 88 kasus kekerasan terhadap
perempuan. Kasus terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga dengan 43
kasus. Dari data yang dirilis Nurani Perempuan Womens Crisis Center
(NP-WCC), 67 persen kekerasan perempuan terjadi dalam rumah tangga.
Koordinator
pendamping korban, Nurani Perempuan Womens Crisis Center (NP-WCC), Meri Rahmi
Yenti mengatakan, rumah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi
seorang perempuan, justru menjadi neraka bagi perempuan yang mendapatkan kekerasan.
Akibatnya, banyak kasus kekerasan terhadap perempuan tidak terungkap.
Selain
itu, banyaknya kasus kekerasan yang tidak terungkap karena terbatasnya dukungan
masyarakat bagi korban kekerasan melapor ke polisi. “Hal itu menyebabkan
perempuan korban kekerasan harus berjuang sendiri,” jelas Meri.
Kasus
KDRT di Sumbar sebenarnya banyak. Namun dari kasus yang dilaporkan ke NPWCC,
hanya 7 kasus atau 16 persen yang sampai ke kepolisian atau pengadilan agama.
Kemudian, 5 persen kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan ke atasan atau
tempat pelaku bekerja.
Sedangkan
34 kasus lainnya (79 persen) hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Selain
kekerasan secara fisik dan psikologi, perempuan juga mendapatkan kekerasan dalam
bentuk pengabaian rumah tangga.
NPWCC
sebagai organisasi pendamping perempuan juga menerima pengaduan kekerasan
seksual. Selama 2012, kebanyakan kasus pemerkosaan, cabul, pelecehan seksual
serta nikah siri dengan paksaan dan ancaman.
“Kami
mencatat terjadinya peningkatan kasus kekerasan seksual. Saat ini ada bentuk
baru kekerasan seksual yang dilaporkan, yaitu pernikahan siri dengan paksaan
oleh pelaku, kebanyakan kasus ini menimpa siswa Sekolah Menengah Atas
(SMA),” ujarnya.
Untuk
kasus kekerasan seksual, tutur Meri, tantangan terbesar yang dihadapi korban
dan keluarga adalah susahnya mencari saksi dan alat bukti. Diakui Meri, untuk
menuntaskan kasus ini banyak korban berpikir dua kali karena butuh biaya
besar.
“Kalaupun
ada dilaporkan, pada proses berikutnya korban tak datang lagi. Ujung-ujungnya
dihentikan. “Akibatnya pelaku bebas berkeliaran tanpa mendapatkan ganjaran
setimpal,” papar Meri.
Menurutnya,
kasus kekerasan dapat ditekan kalau pemerintah dan pihak legislatif yang
berwenang di Sumbar dapat mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan, dengan
mengembangkan berbagai kebijakan yang sensitif, sesuai kebutuhan korban kekerasan
itu sendiri.
No Response to "Kasus Kekerasan Seksual Menonjol"
Posting Komentar