Yefri Heriani
Aktif di Nurani Perempuan WCC
Padang, 1 Mei 2013
Aktif di Nurani Perempuan WCC
Padang, 1 Mei 2013
Di Sumatera Barat, khususnya ranah Minang, kata Pekerja Rumah
Tangga (PRT) mulai sering didengar pada awal tahun 2000. Dikenalnya PRT
disebabkan adanya kebutuhan keluarga muda akan orang yang dapat menggantika
peran dalam melakukan pekerjaan domestik. Kondisi ini disebabkan banyak
pasangan keluarga muda harus bekerja di luar rumah. Maka perempuan muda dari
Pasaman, Sitiung serta dari wilayah provinsi tetangga seperti Sumatera Utara, dipekerjakan.
Mereka dating baik secara perseorangan atau diorganisir oleh agen penyalur PRT.
Saat itu, kata pembantu masih kental menjadi sebutannya. Sebelumnya, kata PRT
atau pembantu hampir tidak terdengar di Minangkabau. Karena setiap orang yang
tinggal bersama dalam keluarga, baik mereka memiliki hubungan darah ataupun
tidak diperkenalkan sebagai dunsanak. Sebagai orang yang menumpang tinggal atau
dibawa tinggal bersama, mesti siap membantu apapun di rumah tangga tersebut.
PRT merupakan salah satu pekerjaan sektor informal yang sebagian
besar pekerjanya adalah perempuan. Modal mereka adalah keterampilan dalam
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik; membersihkan rumah, mencuci,
menyetrika atau memasak. Mereka juga dapat diharapkan untuk mengasuh anak. Pekerjaan sebagai PRT dipilih karena mereka
tidak memiliki pendidikan formal yang cukup. Barangkali karena inilah mengapa
banyak PRT yang menerima upah karena belas kasihan saja, tidak ada standar yang
jelas. Padahal sangat disadari bahwa PRT memiliki peran yang sangat penting
dalam kelangsungan keluarga. Jumlah PRT menurut data ada sekitar 10.744.887
orang, karena 67% dari keluarga kelas menengah dan menengah atas di Indonesia
mempekerjakan PRT. Secara khusus data PRT di Sumatera Barat hingga tulisan ini
dibuat belum ditemukan.
PRT dalam menjalankan peran pentingnya dalam keluarga juga banyak
yang mengalami berbagai tindakan eksploitatif dan kekerasan. Menurut catatan
Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, sekurangnya ada 6 kasus yang dilaporkan
dari Desember 2011 – Desember 2012 terkait dengan tidak dibayarkannya upah,
upah yang sangat minim, jam kerja yang terlalu panjang (dari pukul 5 subuh
hingga tengah malam), tanpa ada hari libur dan perlakuan yang tidak baik
dialami oleh Pekerja Rumah Rangga (PRT). Dalam tahun 2010, dua orang PRT (satu
diantaranya masih berusia 15 tahun) melaporkan bahwa dia mengalami kekerasan
fisik yang pelakunya adalah majikannya. Sementara satu kasus lainnya masih di
tahun 2010 mengungkapkan bahwa korban direkrut sebagai pekerja sebuah toko,
tapi ia pun harus melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga seperti
membersihkan rumah pagi dan sore, mengurusi anak boss (mengantar dan menjemput
ke sekolah). Gaji yang diterima untuk melakukan pekerjaan tersebut di bawah upah minimal regional (UMR), hanya
450 ribu rupiah dengan membawa makan siang dibawa dari rumah atau dibeli
sendiri.
Kasus PRT terkait dengan hubungan pekerja dengan majikan hingga saat ini tidak banyak dilaporkan.
Posisi mereka di mata masyarakat pun hingga ini masih abu-abu, mereka bekerja
namun belum dianggap sebagai pekerja. Mereka mendapatkan upah, namun hampir tak
ada standarisasi upah bagi mereka. Mereka bekerja tanpa jaminan sosial apapun
yang diberikan oleh majikannya.
Mengapa? tentu ada beberapa alasan. Alasan utama yang biasa ditemukan adalah ketidakberdayaan PRT dalam banyak faktor. Faktor pendidikan, ketergantungan PRT akan pekerjaannya dan upah yang diharapkan, terbatasnya pengetahuan tentang hak-hak sebagai seorang pekerja. Masyarakat dan PRT sendiri masih memandang rendah pekerjaan sebagai PRT, bahkan hingga saat ini masyarakat pemanfaat jasa PRT masih menganggap penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan belum menjadi sumber penghasilan utama pada banyak keluarga PRT. Padahal hampir sepertiga perempuan kepala keluarga berprofesi sebagai PRT.
Mengapa? tentu ada beberapa alasan. Alasan utama yang biasa ditemukan adalah ketidakberdayaan PRT dalam banyak faktor. Faktor pendidikan, ketergantungan PRT akan pekerjaannya dan upah yang diharapkan, terbatasnya pengetahuan tentang hak-hak sebagai seorang pekerja. Masyarakat dan PRT sendiri masih memandang rendah pekerjaan sebagai PRT, bahkan hingga saat ini masyarakat pemanfaat jasa PRT masih menganggap penghasilan yang didapatkan dari pekerjaan belum menjadi sumber penghasilan utama pada banyak keluarga PRT. Padahal hampir sepertiga perempuan kepala keluarga berprofesi sebagai PRT.
Dalam memperingati hari buruh internasional setiap tanggal 1 Mai,
sering kita lupa bahwa PRT juga buruh yang bekerja kebetulan mereka bekerja di
ranah privat, rumah tangga. PRT jelas harus mendapatkan perlindungan negara
karana pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan PRT sangat berkontribusi besar
pada negara. Karenanya, pada hari buruh internasional ini, kita perlu
memberikan ruang yang cukup untuk menempatkan PRT pada posisi pekerja/buruh
yang bermartabat.
Sebagai pemanfaat atau bagian masyarakat yang menyadari betapa
pentingnya campur tangan PRT dalam merawat keberlangsungan keluarga kita layak
mendorong pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan atas pekerjaan yang
mereka lakukan melalui regulasi yang melindungi pekerja yang bekerja di ranah
domestik. Mendorong setiap masyarakat/majikan pemanfaat jasa langsung PRT untuk
memberikan hak-hak pekerja mereka, tidak melakukan berbagai tindak eksploitasi
dan kekerasan kepada mereka. sesegera mungkin menjelang adanya regulasi yang
didesakan kepada pemerintah.
Khusus untuk Sumatera Barat, pemerintah harus segera menyediakan
data yang jelas tentang keberadaan PRT. Mendorong berbagai lembaga pemerintah
terkait, LSM dan organisasi masyarakat untuk melakukan pengorganisasi pada
mereka. Dorong PRT di Sumatera Barat untuk bersuara untuk memperjuangkan
hak-hak mereka. Kebebasan berorganisasi dan bersuara merupakan hak PRT juga
sebagai warga negara.
Media sangat diharapkan dapat membantu percepatan peningkatan
pemahaman masyarakat, pemerintah dan sector lainnya tentang posisi PRT di
negara republic Indonesia ini. Jangan sampai PRT mengalami pengabaian yang
berkepanjangan. (..)
ed. Fadhli
No Response to "Pekerja Rumah Tangga: Dibutuhkan Namun Diabaikan Refleksi Hari Buruh Internasional 2013"
Posting Komentar