
***
Praktek kekerasan yang dilakukan merupakan pelanggaran
atas fitrah dan kodrat sebagai manusia. Manusia tidak diciptakan untuk
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan orang lain. Sayangnya,
mainset anti kekerasan tidak dipahami secara baik. Masalahnya adalah bentuk-bentuk
penafsiran atas hak-hak perempuan dan laki-laki yang begitu kompleks. Penafsiran
masih berisi sejumlah kepentingan. Penafsiran, kepentingan, keinginan bahkan
karakter yang kemudian berdampak pada deskriminasi hak asasi perempuan. Berangkat
dari itu, dapat diasumsikan bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang mengalami gangguan
dan kelainan (scara psikis).
Sumatera Barat sebagai provinsi yang kebanyakan
masyarakatnya beragama Islam, harus berperan serta dalam mengulirkan wacana
anti kekerasan. Secara historis, salah satu visi kedatangan Islam sebagai agama
rahmatan lil ‘alamin adalah untuk menghilangkan
praktek deskriminasi terhadap perempuan. Konsekuensinya, masyarakat harus
memahami anti deskriminasi secara utuh, bukan berdasarkan kepentingan yang
sifatnya kastuistik semata. Misalnya pada konteks perkawinan poligami. Praktek
perkawinan model ini beitu menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Penafsiran
atas teks yang berkaitan tentang poligami tentu harus diinterpretasikan
kembali. Pesan yang dikehendaki teks harus jelas. Jangan sampai isi dan
kandungan teks yang sebenarnya malah melenceng dari jalur yang sebenarnya. Layaknya
perlakuan masyarakat jahiliyah saat itu yang diterapkan pada perempuan. Saat
itu, anak perempuan dianggap sebagai aib bagi setiap keluarga. Sangsinya,
sejumlah anak perempuan yang dilahirkan harus dikubur dalam keadaan hidup-hidup.
Begitu juga dengan praktek perkawinan lain yang tak kalah marak saat itu. Nikah
kontrak dan poligami adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah anti kekerasan
terhadap perempuan. Saat itulah Nabi hadir untuk mengadakan perubahan dengan
mengangkat status dan harkat perempuan.
Melalui sketsa historis di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa, Islam tidak membenarkan adanya perlakuan
deskriminasi, serta perlakuan-perlakuan lain yang dapat menyebabkan kerugian
pada orang lain.
Disampaikan Oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (22/11), dalam
rangka Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP).
No Response to "Peran Pemerintah Daerah "
Posting Komentar